Minggu, 02 Februari 2014

Tarian Jenggala


Tidak akan henti sampai langit ini berterumbu karang.
Yang memuntahkan lelehan lahar amarah dan keserakahan.
Tidak akan surut sampai duniapun memecah waktunya.
Yang meluapkan bahtilnya hati dan kesombongan mengarungi benak.
Terus meliuk mencari sisa-sisa celah lubang untuk berfragmen.
Satu peran antagonis dimainkan kental dengan gerak latar yang memikat.
Balutannya termahsyur memakai busana ratus bahkan puluhan juta.
Sungguh luar biasa dan benar-benar luar biasa, tapi semua kembali pada asalnya.
Tergeletak tanpa bicara omong besar dan tanpa berkata 'Derajatku lebih tinggi..
ketimbang kalian orang-orang rendahan'.

Brak..dash..swiping jumping mobil mewah masuk jurang.
Fatal dengan cendera luka dibagian mata, kaki dan rahang leher..' lumpuhkah' kataku.
Mungkin itulah yang harus dikembalikan, kita kembali menelaah setiap perkataan.
Tak lagi terdengar lolongan anjing dimalam hari bersama suara nyanyian celepuk diatas
dahan beringin, yang tak berkesan dengan kekelaman.
Semua balutan kemewahan itu mulai luntur satu persatu..dan habislah untuk sebuah penebusan
suatu cerobong tajamnya lidah serta ucapan sang antagonis.
Kenapa..engkau harus seperti mayat terbungkus, kataku.  Jawabnya, ini sebuah kesalahan
yang fatal dan tak akan ada orang memaafkan perbuatanku.
Kembaliku menjawab, semua salah dan kekhilafan setiap manusia itu selalu ada...sahabat.
Jika kita kembali pada jalan keridhaan Allah S.W.T.

Diam..hening tak berkabar angin, tersingkir dari kobaran api yang hampir diusung.
Sepi..senyap tak ada riuh tepukan penggoda nafsu, musiknya terlempar dari telinga.
Tarian jenggala perlahan tertidur, menutup sampiran kisahnya menjadi seorang gadis
berkerudung senja dengan senyum keramahan.
Anugrah terindah telah mengembalikan dirimu seperti sediakala, tanpa peran..tanpa harta..
dan keangkuhan serta kesombongan yang kau peroleh sekarang ini.
Senyumku pias..aku berjalan luruh ternyata belum tentu hatiku dipenuhi keridhaan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar